Tampilkan postingan dengan label Pulau Berhala. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pulau Berhala. Tampilkan semua postingan

Cerita Dari Pulau Berhala, Sumatra Utara

open trip, pulau berhala, Sumatra utara


Negeri ini punya banyak sekali pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara lain atau perairan internasional. Di sini aku mau cerita tentang liburan di Pulau Berhala, salah satu pulau terluar Indonesia yang ada di Sumatra Utara. Banyak hal menarik yang kami temui selama mengikuti open trip ini.


Perjalanan Menuju Pulau Berhala

Kami berangkat bertiga, aku, Indra dan Sari, dari Batam menuju Medan, titik awal perjalanan panjang menuju pulau. Jujur kami sangat antusias karena bisa liburan bareng, we're just super happy and excited. Pesawat Bombardier mendarat mulus di Kualanamu. Sesampainya di arrival hall, kami bertiga seperti warga kabupaten yang main di ibukota provinsi. Maklum, karena beda sekali bandara di Batam dengan di Medan. Bumi dan langit. 


Bandara Kualanamu terletak 30 menit dari Medan dengan naik kereta bandara. Sebenarnya bandara ini accessible dengan berbagai macam mode transportasi, jadi bisa pilih mau naik bus, mobil, atau kereta. We took airport train as it looked fancy! Dan nyaman banget! Harga tiketnya? Rp100,000. 


Kami menuju sebuah café, tempat berkumpulnya seluruh peserta open trip. Lumayan banyak pesertanya, sekitar 20-an orang, ditambah beberapa orang panitia. Anyway, kami dapat info open trip ini dari our friend, dan sekarang sudah banyak yang menawarkan paket-paket ke sana. Setelah semua datang, kami segera menuju bus.


"Ini?" Sari sepertinya terkejut melihat penampakan bus yang akan ia naiki. Yang akan kami semua naiki.


"Nggak ada kipas anginnya gitu di dalam?" dia masih terkejut. 


Bus berangkat menuju Serdang Bedagai, sebuah kota pelabuhan di pesisir utara. Kami naik bus tanpa AC yang mengingatkanku dengan bus jurusan Malang-Dampit yang warna orange itu. Plus, Medan kan panasnya seperti gladi resik di neraka biar malam sekalipun, jadi bisa dibayangkan kelenjar keringat Homo Sapiens di besi reot berjalan itu seperti digas pol selama dua jam perjalanan. But still, we're excited! 


Setelah sampai, kami harus menunggu sekitar satu jam karena harus mempersiapkan perahu dan loading logistik. Sebelum berangkat, semua peserta diingatkan kembali untuk menuntaskan segala urusan metabolisme selama masih di darat, karena waktu tempuh dari sini menuju pulau tujuan kurang lebih 4-5 jam. Setelah semua siap, kapal pun berangkat.


Kapal yang kami naiki modelnya seperti kapal pok-pok tapi open air dan jauh lebih besar, bisa memuat semua orang ditambah logistik dan barang bawaan peserta. Kapal menyusuri daerah bakau dengan air yang relatif tenang sampai akhirnya keluar menuju lautan lepas, Selat Malaka.

Sebagian mulai ngantuk, berusaha mencari posisi di mana mereka bisa tidur tanpa harus mencium jempol peserta lain, atau menghadap pantat peserta lain, dan tidak menghirup kentut peserta lain. Malam itu bulan terlihat besar dan kemerah-merahan. I looked around and all I saw was sea. Ini benar-benar di tengah lautan. Penasaran karena Selat Malaka adalah salah satu selat tersibuk di dunia, tapi sepanjang malam itu tidak terlihat kerlipan lampu kapal atau apapun yang lewat. Seperti hanya ada kapal kami saja malam itu. I dunno. 

Ombak semakin besar dan peserta terbangun dari tidurnya. Lebih khawatir karena baju mereka akan basah terkena cipratan air laut sih, bukan ke hal-hal yang mengkhawatirkan, meskipun jelas-jelas ombaknya mengkhawatirkan. Jelas tidak ada acara makan snack sepanjang perjalanan dini hari itu. Matahari keluar dari sarangnya dan kami masih di atas kapal. Tak lama kemudian, kami tiba di tempat tujuan. 


Keseruan Di Pulau Berhala

Kesan pertama adalah laut di sini jernih banget! Dari atas Jetty terlihat ikan warna-warni berbagai macam ukuran berenang bebas seakan menyambut tamu yang baru datang. Melihat pantai yang bagus ini, aku, Sari dan Indra bahagia banget seperti sekawanan sapi melihat padang rumput. Kami semua bubar jalan dengan kegiatan masing-masing. Ada yang main air, langsung pergi snorkeling, berenang, makan cemilan, kenalan dengan peserta lain barangkali berjodoh, mandi dan menata barang bawaan di kamar.



FYI di sini kami tidur di ruangan besar seperti barak. Dan pasti dong banyak nyamuknya, jadi please bawa obat anti nyamuk. Untuk listrik di sini menggunakan diesel (genset) yang beroperasi dari jam 6 sore sampai jam 6 pagi. Siang hari? Lupakan. Dan untuk urusan kamar kecil, tersedia beberapa tapi harus antre ya. Ini seperti latihan pencarian suaka in case terjadi huru-hara.


Pulau Berhala terletak di antara Pulau Sumatra dan Semenanjung Malaysia, di tengah selat Malaka. Please jangan rancu dengan Pulau Berhala di antara Kepulauan Riau dan Provinsi Jambi ya. Koordinatnya adalah 3° 46' 24,000" LU - 99° 29' 58,000" BT. Di sini terdapat tiga pulau, yakni Berhala, Kakek dan Nenek. Hanya Pulau Berhala saja yang berpenghuni. Banyak yang bilang sebenarnya pulau ini lebih dekat dengan Pulau Pinang di Malaysia daripada dengan Sumatra. Pulau Pinang bisa ditempuh dalam waktu dua jam dari sini, bandingkan dengan lima jam menuju Sumatra. Karena ini pulau terluar, maka hanya terdapat kamp marinir yang menjaga dan berpatroli secara rutin di perairan sekitar. 


Ada legenda tentang pulau ini. Pada jaman dahulu, terdapat sebuah kapal besar di mana penumpangnya adalah orang-orang kaya. Mereka suka sekali bersenang-senang tapi melupakan orang tua mereka yang hidup menderita di darat. Karena kesal dengan ulah anak-anak mereka, maka orangtua mengutuk dan perahu itu berubah menjadi Pulau Berhala. It's just a story anyway. 


Puas dengan kegiatan masing-masing, menjelang senja kami secara bergantian berkeliling sekitar perairan menggunakan perahu karet. Terlihat susunan batu-batu besar membentuk kedua pulau tak berpenghuni itu, dengan kanopi hijau dari pohon-pohon besar menutupi. Seekor elang terbang rendah dan hinggap di pohon tertinggi di pulau itu. Meskipun jauh, tapi bentangan sayap hewan itu masih terlihat besar. 


Pas sekali, saat giliran kami adalah saat matahari terbenam. Jadi kami tidak melewatkan momen menikmati setiap detik di atas perahu, melihat horison perlahan berwarna kuning keemasan. Nggak ada foto berarti hoax! Terserah, tapi hape kami sudah off dan ada yang memang sengaja mematikannya karena keterbatasan listrik. Jadi hanya untuk hal-hal yang essensial saja. Kami praktis tanpa gadget, dan itu menenangkan. Berasa liburan banget tanpa gangguan dunia luar sana. 


Malam hari semua berkumpul menikmati barbeque. Semua orang mingle, bercerita keseruan apa saja yang mereka dapatkan hari itu. Terdapat beberapa tentara yang mengawasi. Puas dengan ikan bakar, jagung bakar, api unggun dan nyanyian dan lain-lain, kami semua tidur. Panas sekali di ruangan itu, ditambah suara mesin diesel yang berisik. Mungkin karena capek sekali jadi semua orang tidur dengan lelap. 


Mas-mas tentara ini auto jadi bulan-bulanan karena mirip dengan Norman Kamaru

Pagi hari kami naik ke puncak pulau menuju mercusuar. Perjalanan dari kamp menuju mercusuar sekitar 30-40 menit, melewati kamp marinir dan pos jaga terus naik ke atas. Ada ratusan tangga dan di beberapa tempat licin. Dari atas mercusuar terlihat pemandangan menyeluruh Pulau Berhala. Warna hijau dari hutan yang menutupi pulau berakhir dengan gradasi biru yang semakin gelap di tengah lautan. Bagus sekali. 


Kami menghabiskan waktu beberapa jam untuk sarapan dan free and easy alias terserah. Sebelum pulang, kami berpamitan kepada para tentara yang ada di sana. Mereka sangat welcome sekali selama kami di pulau. Saat itulah, beberapa peserta melihat ada salah satu tentara yang mirip dengan Norman Kamaru, tahu kan, yang lipsync lagu India itu. Nggak pake lama, auto jadi bulan-bulanan oleh kami semua (dasar nggak ada akhlak!). Ada yang minta foto lah, kasih nomor WhatsApp lah, godain langsung lah. Sepertinya dua hari di pulau membuat para peserta mulai tidak waras. Kami meninggalkan pulau lepas tengah hari.


Liburan singkat di Pulau Berhala sangat menyenangkan dan berbeda. Pertama, ini salah satu pulau terluar Indonesia di tengah Selat Malaka. Kedua, jarak yang jauh dan bagaimana kami ke sana sangat di luar perhitungan. Ketiga, keterbatasan yang justru menghindarkan kami dari overthinking dan benar-benar bisa menikmati liburan. Lagian, ada tentara di sana jadi satu kekhawatiran tentang keamanan wilayah bisa dilewati. 
















Share: