|
Salah satu jalanan di Kuala Lumpur, Malaysia |
Pertama kali
yang aku lakukan sesampaiku di Kuala Lumpur adalah mencari laksa.
“Serious kamu
nggak apa-apa? Kamu basah kuyup gitu, mau makan sekarang?” David melihatku seperti
Si Tua Brownlow melihat gelandangan bernama Oliver Twist yang basah kuyup
karena hujan di Putrajaya tadi sore.
Akhirnya kami ke
tempat David tinggal. Letaknya tidak jauh dari stasiun LRT. Tempatnya mengingatkanku
dengan yang di Ang Mo Kio, kecuali di sini tidak ada taman. Sepatuku sudah
basah seperti popok bayi. Aku membuang kaos kakiku karena terasa begitu
menjijikkan.
“You can
actually wash and dry it later,” David mencoba memberi saran.
“No lah. Beli
yang baru saja.”
David membawaku
jalan-jalan di pasar malam untuk makan laksa. Berbeda dengan laksa yang
biasanya aku makan, laksa ini lebih terasa Chinese.
Dan aku menyesal telah memesan porsi kecil karena menurutku porsinya sangat
besar.
“Harusnya tadi
pesan yang extra small laksanya,” aku mengangkat-angkat mee dengan stick sambil
sesekali meniupnya karena panas banget. Sialan.
“You think it’s a T-shirt a?” dengan aksen Chinese-nya
dia berkelakar. Aku cekikikan.
Aku nggak tahu
harganya berapa karena David yang ngotot mau bayarin. Setelah itu aku beli kaos
kaki seharga 5 ringgit di salah satu stand di sana. Pasar malam ini sangat
meriah sampai-sampai aku berlama-lama di sini.
“Aku mau beli
minum, ayo pergi,” ajaknya.
Kami pergi ke
tempat minum. Aku memesan es kelapa muda dan menyesal karena aku mengiyakan
ketika si waiter India bertanya “tambah
gula?” Maksudku, tambah gula pasti minumannya lebih manis kan? Bukan ukuran
gelasnya yang bertambah besar seperti tempat popcorn ukuran jumbo di Blitz.
“Apa-apaan sih
mereka ini?” aku mulai mengomel. David senyum-senyum menahan tawa. Dia orangnya
nggak terlalu banyak senyum, tapi tetap terkesan humble. Sewajarnya.
“Kamu tahu ini? Coba
deh.” Dia nyodorin minumannya ke arahku. Aku meminumnya sedikit pakai sedotan.
“Ini teh tarik
kan?”
“Oh, I thought you don’t know.” Dia terkejut. Ya ampun, aku kan orang Indonesia bukan orang Eskimo.
Kami sempat rebutan siapa yang mau bayar karena dia keukeuh mau bayarin.
“Kalau kamu
datangnya weekend aku bisa temenin
jalan-jalan. Sayang sekali, besok kerja,” dia menjelaskan. Dia orangnya baik
sekali dan sangat informative.
Kami mengobrol
selama dua jam di sana. Saling bertanya sudah ke mana saja. David yang lebih
sering bercerita tentang petualangannya. Mulai dari Bromo, Ijen, Jogja,
Bandung, Saigon (2 minggu sebelum aku berangkat), Australia, Bali dan masih
banyak lagi tempat di Indonesia yang dia kunjungi.
"Kalau ke Australia, pake visa juga?" tanyaku.
"Yup. Cuma sehari saja sudah jadi. Kalian Commonwealth juga kan?"
Mana ada kita Commonwealth, yang ada common-suffer. "No. We're not under British." jawabku. Kita kan dulu under the Netherlands. Belanda sialan.
“Kamu travelling
sendiri?” Dia bertanya.
“Ya. Lebih asik.
Lebih bebas.” Jawabku.
“Ya. I used to travel alone, tapi sejak ada
pacar jadi sekarang kemana-mana selalu berdua.” Ekspresi wajahnya seperti
mengatakan “Ya, sedikit banyak seperti di penjara gitu lah!”
“Banyak
komprominya ya,” balasku.
“Ya. Apalagi dia
bukan tipe traveller sepertiku.” Jelasnya singkat. “I see” pikirku.
“Is it okay we’re here? I mean, aku kan stay di tempatmu.”
“It’s okay lah. Aku kan
menampungmu. Anyway, aku lagi suka Shameless.” Dia mencoba mengalihkan
pembicaraan.
“Kurang ajar,”
reflekku sebelum mengikuti alur obrolannya. Kami bercerita tentang film, TV
series, kelucuan dan kejanggalan yang ada di TV series yang kami sukai. Oiya, David
itu orangnya suka film sepertiku jadi kami nyambung. Setiba kami di rumah, dia
langsung pamerin koleksi filmnya dan akhirnya kami memilih menonton The Grand Budapest Hotel.
Esok harinya,
David nge-drop aku di Suria KLCC, tempat dia bekerja. Atau tempat yang lain? I dunno. Intinya dia bekerja tempat bisnis di
sekitar situ. Berbekal map dan penjelasannya tadi malam, aku mulai jelajah
Kuala Lumpur seperti Dora the Explorer
dengan Mr. Peta-nya. Dia sangat informative
sekali dan menjelaskan dengan detail jalur bus, train, walking distance yang ada di peta. Thank, God. Dia seperti juru selamat.
Aku punya waktu
satu hari untuk jelajah Kuala Lumpur. Cukup mudah jelajah kota ini karena akses
transportasi yang mudah dan ada yang gratis (Bus KL Hop-on Hop-Off yang
berwarna pink). Bus, komuter, monorail, jalan kaki, semua bisa. Dan jaraknya
juga nggak terlalu jauh. At least
untuk traveller loh ya! Apalagi ada map, sumpah mudah banget!
|
Salah satu sudut kota Kuala Lumpur, Malaysia
|
Merdeka Square / Dataran Merdeka
Mungkin ini
lebih mirip Rizal Park di Manila atau Monas di Jakarta. Tempat ini adalah tempat paling
bersejarah karena untuk pertama kalinya bendera Malaysia dikibarkan. Dari sini
kita bisa melihat gedung-gedung bersejarah yang mengelilinginya, seperti
Bangunan Sultan Abdul Samad (yang mengingatkanku dengan bawang merah di
warung-warung setiap kali ihat kubahnya), KL City Library, Katedral St. Mary,
KL City Gallery dan masih banyak lagi. Semua tempat tersebut hanya beberapa
puluh langkah saja dari Dataran Merdeka. Tinggal menyeberang jalan saja. Sayang
sekali waktu di Kuala Lumpur saat itu lagi kabut asap tebal. Jadi udara pengap
dan panas, apalagi di Dataran Merdeka tidak ada area hijau.
Pasar Seni
Tempat ini
seperti Malioboro di Jogjakarta, hanya saja jauh lebih kecil. Di sini kita bisa
melihat banyak sekali kerajinan dan makanan tradisional. Mungkin karena
serumpun ditambah lagi banyak sekali orang Indonesia di sini, jadi makanan
tradisionalnya seperti di Indonesia. Cocok di lidah.
Banyak sekali
souvenir, mulai baju, handycraft, hiasan meja bertebaran di sini. Yang penting
harus pandai menawar karena mereka membandrol harga sesuka kata yang keluatr
dari mulut mereka. Aku menghampiri stand yang manawarkan replica tangan dengan
menggunakan lilin cair. Menarik sekali karena tanganku dimasukkan ke dalam
lilin cair setelah sebelumnya dimasukkan ke dalam air es. Dan tangannya bisa
dibentuk sesuka kita, tinggal diclupkan saja beberapa kali dan langsung jadi.
Aku membentuk tanganku dengan gaya “metal” untuk aku kasih ke David sebagai bentuk
terima kasih (dan dia protes “ini kan tanganmu, harusnya kamu bawa.” “Aku sudah
punya tangan, itu buat kamu.” “Oh, I see.
Thank you”)
Batu Cave
Ini adalah
tempat paling dramatis yang ada di Kuala Lumpur. Ada patung dewa Hindu warna
emas mentereng heboh sebelum masuk ke ratusan tangga yang menuju ke gua. Patung
Dewa Hindu ini adalah yang tertinggi di dunia and it’s sick! Keren banget. Butuh waktu sekitar 7 menit untuk menaiki
ratusan tangga menuju ke dalam gua. Ketika sampai di gua, ada ternyata masih
ada beberapa tangga lagi (tolong!). Di sini banyak sekali monyet-monyet lucu
dan patung dewa-dewa. Akses menuju Batu Caves sangat mudah, tinggal naik
komuter dari KL Central arah Batu Caves dan turun di pemberhentian terakhir.
Sekitar 15 menit saja dari Kuala Lumpur. This
is a must-visit place when you drop in Kuala Lumpur.
|
Batu Caves, Malaysia |
Kawasan Sekitar National Mosque
Di sini banyak
tempat yang bisa dikunjungi atau sekedar sight-seeing. Banyak traveller yang
wara-wiri dan saling berbagi informasi di kawasan ini karena tempat ini sangat
nyaman untuk traveller. Sejuk, hijau, nyaman. Nice lah. Ada Memorial Tun Razak
di mana kita bisa tahu banyak tentang sejarah Malaysia dan hubungan Malaysia –
Indonesia. Ya, bagaimana dulu bangsa Indonesia begitu mendapat tempat dan
disegani oleh Malaysia, semua bisa dilihat di sini. Ironis juga ya bahkan aku
belajar sejarah tetang negara sendiri di negara orang. Mungkin karena ini
museum dan semua museum cenderung membosankan, jadi tempat ini cukup sepi.
Hanya aku dan beberapa backpacker kulit putih saja yang berkunjung.
Kuala Lumpur City Gallery
Di sini kita
bisa melihat sejarah Kuala Lumpur dan perkembangan serta masterplan jangka
panjang untuk menarik para investor dan pendatang. Singkatnya, seperti company
profile. Hanya saja ini lebih menarik dan meyakinkan. Menurutku, Kuala Lumpur
adalah salah satu kota yang menjanjikan dan terancang. Kota ini sudah punya
infrastruktur yang cukup memadai dan berkembang secara gradual dan tertata, itu
yang mereka coba sampaikan kepada para pengunjung tempat ini. Dan berhasil.
Sebenarnya
banyak sekali tempat yang aku kunjungi di sini. Mungkin beberapa tempat tidak
perlu dijelaskan lagi, seperti KLCC, Bukit Bintang (aku cuma lewat saja karena
PAGI hari), China Town (which is all the same all over the world)
dan banyak lagi. Tapi karena aku harus kejar kereta ke Johor, jadi harus
menyimpan energi. Aku menghabiskan waktu
dengan David sebelum pergi ke KL Sentral untuk naik kereta malam menuju JB
Sentral.
|
tiket kereta api Kuala Lumpur - Johor bahru |
Kereta berangkat
jam setengah sebelas menuju Johor Bahru. Tiket kereta murah sekali, hanya 39
ringgit dan kita sudah bisa tidur! Pasti bakalan balik ke Malaysia lagi tapi
entah ke bagian mana lagi. I just can’t
wait!
Pricing and tips:
- Selalu bawa peta kalau ingin jelajah Kuala Lumpur karena sangat
membantu
- Sediakan pecahan kecil ringgit untuk transportasi, tapi ada
juga bus KL Hop on-Hop off yang menyediakan transportasi gratis.
- KL Sentral adalah pusat jalur kereta untuk menuju tempat-tempat
lain di Semenanjung. Tiket KL Sentral – JB Sentral adalah MYR33.00 yang
duduk dan MYR39.00 yang tidur. Murah banget kan? Kereta berngkat pukul
22.30 dan sampai JB Sentral pukul 06.10 pagi. Dari JB Sentral bisa
langsung naik bus ke Woodlands Singapore hanya dengan SGD1.50.
So, ini bagian akhir. Terima kasih telah membaca! Semangat, jangan lupa bahagia!