Love Hurts In The End

Aku pernah memasukkan kalimat itu ke dalam lyrics lagu yang kutulis beberapa bulan yang lalu. Lebih tepatnya "Love pleases but then hurts in the end". Mungkin ada yang bertanya mengapa aku tiba-tiba menulis tentang itu? Well...


Cinta. C I N T A. I don't like this 5-letter word. Tapi aku bersyukur pernah mengenalnya. Sering merasakannya. Menurutku, cinta adalah buah tangan Tuhan yang paling indah yang  pernah di build-in-kan  ke dalam jiwa setiap manusia. Banyak kejadian historis yang ujung-ujungnya jika kita drag penyebabnya romansa dua insan. Kisah Troy, misalnya. Bagaimana Helene jatuh cinta kepada Paris pada pandangan pertama (terlepas intrik dan intervensi cupid ato pihak-pihak lain yang tidak diharapkan).Mereka akhirnya kabur dari Yunani, dan, terjadilah perang. Kisah segitiga Romeo-Juliet-Paris yang berujung pada tewasnya mereka bertiga. Bukan hanya tragedi, namun, perdamaian tercipta juga karena cinta. Flower Generation, misalnya. Mereka yang anti Perang Vietnam begitu berperan dalam menyebarkan perdamaian lewat musik. Sebut saja The Beatles, The Rolling Stones, Big Brother and the Holding Company. Peristiwa di tahun 1960-an itu sangat berpengaruh terhadap musik, seni, fashion, bahkan politik yang mempromosikan perdamaian dan kebebasan, karena mereka mencintai perdamaian dan kebebasan. Cinta. Masih banyak lagi kisah cinta yang berperan dalam peradaban manusia. We are raised in it.


Aku percaya tidak ada yang gratis dalam kehidupan ini. Begitu pula dengan cinta. Ketika kita jatuh cinta, banyak hal yang tidak terasa telah kita korbankan. Mulai dari hal-hal yang tak kasat mata, semisal pikiran kita dan waktu. We keep thinking of someone we're in to, don't we? Padahal, instead of  thinking of it, kita bisa saja fokus ke hal-hal lainnya yang lebih urgent, seperti kuliah, pekerjaan, hobby. Sedangkan hal yang bersifat materiil yang secara tidak sadar kita korbankan lebih banyak lagi. Mulai dari hal-hal yang paling daily, seperti pulsa (we keep texting, trying to make a call, chatting, apps-ing, stalking, tweeting, ANYTHING! Just to keep in touch with them), hadiah, uang jalan, uang bensin, banyak sekali. Bukannya bermaksud menjadi sangat perhitungan. Tidak. Ini hanya deskripsi dan...sedikit elaborasi. Harap jangan miskonklusi. See? :)


Banyak hal yang kita lakukan demi mendapatkan cinta, memilikinya, menjaganya, atau sekedar--sok tegar--melepaskannya. Nah, di sinilah ambivalensi cinta bekerja. Mulai dari awal kita jatuh cinta, kita pasti merasakan perasaan bahagia, namun tidak sedikit pula rasa khawatir beradu. Love pleases but then hurts in the end


Ketika kita melakukan verbalisasi cinta kepada, let's say, target, perasaan khawatir dan bahagia benar-benar beradu. Mungkin kebahagiaan akan tetap ada dan bahkan semakin besar ketika cinta kita berbalas. Begitu juga sebaliknya. Putus asa, hampa, terluka, mencoba bahagia--meskipun sulit--kita rasakan ketika cinta kita hanya one side. Love pleases but then hurts in the end.


Ketika kita memasuki jenjang hubungan yang lebih serius, pacaran misalnya, ambivalensi cinta tetap bekerja. Perasaan cemburu, sayang yang berlebihan, posesif adalah contohnya. Mungkin kebahagiaan itu akan berlanjut. Namun, bisa saja tidak. Putus, misalnya. Entah karena memang sudah tidak ada kecocokan lagi, atau bosan, atau selingkuh, whatever. Love pleases but then hurts in the end.


Memasuki jenjang hubungan yang jauh lebih serius lagi, pertunangan atau pernikahan, tetap saja sama. Hubungan itu bisa langgeng sampai menjadi keluarga ideal, bahagia, dengan anak-cucu dan segala tetekbengeknya. Namun, bisa saja tidak. Perceraian, perselingkuhan--yang berujung pada perpisahan--misalnya. Kalaupun--kembali lagi ke keluarga bahagia--iya, tetap saja kematian juga yang ambil alih. It's all about time.  Love pleases but then hurts in the end.


Wajar kalau kita takut kehilangan. Wajar kita ingin selalu memiliki. Tapi, kita juga harus menyadari bahwa there's a price to pay, somehow, in this life, isn't it? Kehidupan terus berlanjut seiring berjalannya waktu. Let love colour our life journey. It's not that bad. Bahkan seperti kisah Romeo-Juliet-Paris sekalipun. It's not that bad. But one for sure: deal with it. That it is: Love pleases but then hurts in the end.



with love, as usual
Rangga
  

Share:

0 Post a Comment:

Posting Komentar