Pasar Terapung Lok Baintan, Kalimantan Selatan.
Sumber: ranggainthezone
Generasi 90an mungkin masih ingat slogan RCTI Oke yang menampilkan ibu-ibu di pasar terapung. Waktu kecil saya bertanya-tanya kok bisa ya jualan di atas perahu di atas sungai, karena maklum di Jawa tidak ada sungai yang besar. Rasa penasaran terjawab ketika mengunjungi Pasar Terapung Lok Baintan di Kalimantan Selatan.
Pasar terapung ini berlokasi di daerah aliran Sungai Martapura, Banjarmasin, dan satu-satunya pasar terapung yang genuine yang ada di Indonesia. Mungkin ada yang bilang "Siapa bilang? Di Sumatra juga ada, di Jawa Barat juga ada." Ya, itu juga pasar terapung tapi itu artificial. Sedangkan pasar Lok Baintan sudah ada sejak jaman Kesultanan Banjar (sekitar abad ketujuh belas). Itu saja? Tentu tidak. Pasar terapung di Lok Baintan sebagai bentuk budaya masyarakat Banjar yang tidak lepas dari air / sungai. Dulu sebelum adanya pembangunan transportasi darat, masyarakat Banjar mengandalkan sungai untuk mendukung mobilitas mereka, yang pada akhirnya mendukung perekonomian mereka dengan adanya interaksi jual beli dan barter oleh masyarakat.
Sekarang emang sudah nggak lagi? Masih bertahan, walaupun sebagian besar mulai beralih ke pasar tradisional pada umumnya. Namun, dari pasar terapung ini kita bisa mengenal lebih banyak budaya Banjar. Apa aja emang? Nanti. Pero un momento, por favor, ada hal teknis yang perlu dijelaskan.
Lokasi Dan Waktu Berkunjung
Pasar ini terletak di Sungai Martapura, Banjarmasin. Waktu berkunjung di pagi hari, setelah subuh sampai menjelang siang sekitar jam 10:00 WITA.
Akses Ke Lok Baintan
Ada beberapa pilihan untuk pergi ke sana. Ini berdasarkan pengalaman kami (2 orang).
- Sewa klotok (perahu bermotor) yang bisa dijumpai di Siring Tendean, Banjarmasin. Harga Rp 400,000 an. Akan sedikit menguras kantong kalau pergi sendiri atau berdua. Selain itu harus cari tempat penginapan yang dekat dengan Siring Tendean karena harus berangkat pagi sekali. Otherwise you have to hire a taxi. Share cost kisaran @Rp300,000 / orang untuk sewa klotok dan penginapan.
- Menginap di Swiss-Belhotel Banjarmasin. Akhirnya pilihan kami jatuh ke sini. Hotel ini menyediakan fasilitas trip ke Lok Baintan secara gratis untuk tamu yang menginap. Share cost juga hampir sama, plus nggak repot. Bisa minta wake-up call, dan tinggal jalan ke depan untuk naik klotok. Hotel ini berada di pinggir aliran Sungai Martapura anyway. Disclaimer: ini bukan endorsement ya, simply for sharing information based on our experience. Dan kebijakan ini bisa berubah tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Atau mungkin ada banyak opsi serupa yang bisa dicari di internet, based on your preference.
- Lewat darat dengan naik motor. Tinggal ikuti aja peta Google et...voilà! Selain itu, kalau lewat darat bisa sekalian ambil foto dari atas jembatan Lok Baintan.
Rumah Lanting terlihat mengapung sepanjang Sungai Martapura. Sumber: koleksi pribadi.
The experience starts here.
Kami berangkat pukul 05:00 WITA dengan naik klotok. Perjalanan ditempuh selama 30-40 menit. Karena masih gelap, tidak banyak yang bisa dilihat sepanjang sungai. Namun, saat langit semakin terang, pemandangan sekitar mulai tampak.
Rumah-rumah khas Banjar berdiri di kiri-kanan tepi sungai. Ada satu yang menarik perhatian, yakni rumah lanting. Rumah ini adalah rumah terapung yang dibuat untuk bisa berpindah-pindah mengikuti atau menyesuaikan arus sungai. Jika rumah adat Banjar kita bisa melihat jelas tiang penyangga yang menancap di sungai, hal itu tidak berlaku dengan rumah lanting yang terlihat pres dengan permukaan sungai. Seperti hanyut. Rumah ini seperti portable house yang mobile. Kalau di Kaimana ada bagan yang berfungsi sebagai rumah sekaligus tempat menangkap ikan, hanya saja bagan di laut dan memiliki ukuran lebih besar daripada rumah lanting.
Banyak sekali jembatan penyebrangan di atas sungai yang bisa dilihat dari klotok. Aktivitas pagi masyarakat Banjarmasin bisa kita lihat di sini. Kita bisa melihat matahari terbit dari atas klotok, warna jingga yang terpantulkan aliran sungai.
Suasana sangat vibrant ketika sampai di Lok Baintan. Banyak jukung yang berlalu lalang. Jukung adalah perahu kecil yang digunakan oleh para penjual untuk menjajakan dagangannya. Mayoritas penjual di sini adalah ibu-ibu, orang lokal menyebutnya acil. Mereka biasanya memakai tanggui, topi khas Banjar yang terbuat dari daun nipah.
Saat melihat para acil, kami bertanya-tanya kenapa wajah mereka tertutup bedak tebal seperti masker yang dibiarkan mengering atau lupa dibilas. Ternyata sebagian masyarakat di sini terbiasa memakai bedak khas Banjar yang dinamakan pupur (bedak) basah / pupur dingin dan pupur bangkal. Pupur basah terbuat dari beras yang dihaluskan, dan ada juga dari bengkoang. Bedak ini berwarna putih. Sedangkan pupur bangkal terbuat dari kayu pohon bangkal yang dikerik lalu ditumbuk. Bedak ini berwarna kekuningan.
Di pasar ini, mereka umumnya menjual buah-buahan musiman, dan tidak jarang buah khas Kalimantan seperti buah mentega, kasturi, kuweni (sejenis mangga tapi aromanya sangat harum), buah kapul, tiwadak, salak, duku / langsep dan masih banyak lagi. Ada juga jajanan tradisional seperti kue cincin (seperti cucur tapi memiliki tekstur keras dan kering di bagian dalam, serta berbentuk piringan dengan 4 lubang), roti pisang (seperti kue lumpur tapi berbahan pisang. Jujur ini enak banget!), untuk (roti goreng ada isiannya), pais, dan masih banyak lagi. Bahkan ada yang jual pulsa! Seriously!
Pedagang dengan aneka buah di atas jukung. Sumber: ranggainthezone
Selain itu banyak makanan kering dan souvernir yang bisa dijumpai di sini, di atas jukung tentunya. Beberapa dibungkus dengan kerajinan tas dari purun, yakni sejenis tanaman yang digunakan sebagai bahan anyaman.
Kalau ingin makan nasi, bisa juga beli nasi kuning bumbu habang (merah) dengan hintalu (telur) atau ikan. FYI, beras Banjar berbeda dengan beras yang biasa digunakan di Jawa. Beras Banjar lebih "terpisah-pisah" dan seringkali bagi orang yang baru pertama kali memakannya kadang terasa "nyereti". Kita bisa sarapan di atas klotok sambil menikmati suasana pasar terapung. Atau bisa juga mencoba naik jukung penjual, tapi harus hati-hati karena perahunya hanya selebar badan dan butuh keseimbangan agar tidak oleng.
Di sini kita juga mengenal akad jual-beli. Pedagang akan menyebutkan kata “jual /dijual” dan pembeli akan menyahut dengan kata “tukar/ditukar” yang berarti membeli saat transaksi dilakukan (sempat bingung saat belum tahu arti tukar adalah beli kalau di Banjarmasin). Kalau masih bingung nanti akan dibimbing oleh acil penjual.
Budaya akad jual-beli tidak lepas dari pengaruh agama Islam yang diajarkan oleh Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari (1710-1812 M) melalui kitabnya, Sabilal Muhtadin. Akad itu lambang sahnya jual-beli. Kalau sekarang mungkin seperti yang sering diucapkan di acara televisi itu. Deal? Deal!
Yang unik lainnya dari pasar terapung Lok Baintan adalah adanya acil bapantun, yakni ibu-ibu yang pandai sekali berpantun. Entah dilatih atau spontan, pantun-pantun itu bisa menyesuaikan dengan konteks obrolan. Mungkin Denny Cagur dan Raffi Ahmad belajar berpantun dari mereka.
Para pengunjung bisa naik ke atap perahu untuk mengambil gambar karena pemandangan lebih luas. Mungkin tidak banyak yang indah dalam hal pemandangan bagus seperti di tempat-tempat wisata lainnya dengan bangunan ikonik, tapi keberadaan pasar ini sendiri sudah menjadi ikon dengan segala nilai sejarah dan budaya masyarakat yang menjalankan keseharian di sini. This place is not artificial, if you're looking for something more than fancy. Dan itu cukup worth to visit jika berkunjung ke Banjarmasin, mengenal budaya Banjar lewat pasar terapung dengan naik kapal menyusuri sungai Martapura.
Referensi
Pasar Terapung Lok Baintan
http://pidii.info/index.php?option=com_content&view=article&id=900:pasar-terapung-lok-baintan&catid=35:investasi-news&Itemid=101?&tmpl=component#:~:text=Pasar%20Terapung%20Lok%20Baintan%20telah,Pemerintah%20Pusat%20Banjarmasin%2C%20Kalimantan%20Selatan.&text=Di%20sepanjang%20pesisir%20aliran%20Sungai%20Martapura%20Lokbaintan%20terlihat%20konvoi%20jukung,Banjar)%20menuju%20lokasi%20pasar%20terapung.
Bedak Bangkal, Bedak Tradisional Banjar Khas Kalimantan Selatan Kebanyakan Pembelinya Orang Jawa
Rumah Lanting: Kilas Kronologi Dan Eksistensinya Saat Ini