One Day Trip Berastagi, Sumatra Utara


pasar, makan buah, berastagi, Sumatra utara
Makan buah di pasar buah Berastagi, Sumatra Utara 


Kalau berbicara tentang Sumatra Utara pasti yang terlintas adalah: Medan dan Danau Toba. Belum ke Sumatra Utara kalau belum ke Medan atau Danau Toba. Namun, cerita di sini bukan tentang Medan atau Danau Toba, melainkan sebuah kota kecil dan sejuk bernama Berastagi. 

Kami berempat, aku, Sari, Indra dan Reza melakukan one day trip Berastagi dari Medan. Kegilaan sempat terjadi malam sebelum kami berangkat. Mulai kami kehilangan jejak satu sama lain ketika berada di Lapangan Merdeka Medan sampai akhirnya ada kabar bahwa Sari ngompol. Iya, Sari ngompol dan kami semua tidak tahu bagaimana bisa. 

Berastagi ada di mana?

Berastagi adalah sebuah kota kecil yang berada kabupaten Karo, Sumatra Utara. Jaraknya ±60 kilometer dari Medan. Karena berada di ketinggian, kota ini memiliki hawa sejuk, seperti Kota Batu di Jawa Timur. Ini adalah kampung halamannya Judika, penyanyi terkenal jebolan Indonesian Idol. Sepanjang perjalanan, aku dan Sari penasaran di mana rumah Judika, mungkin bisa mampir silaturahmi. 

Transportasi ke Berastagi

Ada beberapa pilihan yang bisa diambil untuk menuju Brastagi dalam one day trip kami, yakni:

  • Naik angkutan umum: banyak tersedia angkutan umum dari dan ke Berastagi. Kami naik bus. Kami naik dari Simpang Pos Medan, dan perjalanan ditempuh dalam waktu ±2 jam. Enaknya naik angkutan umum adalah lebih murah, cuma Rp10,000 saja untuk tiket busnya. Note: selalu tanya terlebih dahulu ya jurusan busnya, sebelum naik. Bagi yang mabuk darat harus siap-siap mental dan kantong muntahan karena jalanan berliku naik turun dan semua orang sudah mengenal sopir Medan seperti apa menghadapi jalanan. 
  • Naik mobil bisa ditempuh dalam waktu kurang lebih sama. Ingat ya jalanan berliku naik turun jadi harus tetap waspada.
  • Naik motor. I don't really recommend this but selalu hati-hati ya!

tugu perjuangan, berastagi, tanah karo
Tugu Perjuangan Berastagi


Apa saja yang ada di Berastagi?

Sepanjang perjalanan kami melihat rumah yang di halaman depan atau di samping rumah terdapat kuburan. Kami bertanya-tanya kenapa tidak di pemakaman umum seperti biasanya? Mungkin ada yang bisa menjelaskan?

Kami sampai Berastagi pukul 11 pagi. Kami menyusuri jalanan melewati Tugu Perjuangan Berastagi yang terletak di bundaran di tengah kota. Hal yang kami lakukan setelah kami sampai adalah mencari tempat makan. Kami lapar sekali. Oh iya di sini kalau mau cari makanan halal tinggal ke warung yang ada tulisan halal atau muslim. Berikut beberapa tempat yang kami kunjungi selama one day tour di Berastagi.

Pasar Buah Berastagi

Ini adalah tempat yang paling aku sukai di sini. Di pasar ini terdapat berbagai macam buah dan sayur hasil petani lokal. Mulai apel, jeruk, tomat sampai beberapa yang bahkan kami tidak tahu itu apa. Buahnya berwarna-warni dan terlihat segar. Aku tergoda dengan tomat besar di salah satu stand. Aku membeli 4 buah, dibagikan ke teman-teman dan langsung di makan di tempat. Enak banget!!!

pasar buah berastagi, tanah karo, sumatra utara
Pasar Buah Berastagi, Sumatra Utara

Selain buah, di sini juga menjual aneka makanan dan souvernir. Kami sibuk memilih souvenir untuk dibeli. Ada kerajinan kayu yang berbentuk rumah adat Karo, gantungan kunci, baju dan kain-kain tradisional. Aku membeli beberapa souvenir dan di salah satu stan ternyata ada yang menjual uang keluaran lama. Ada yang dari tahun 1950an, ada juga dari tahun 1980-1990an. Aku membeli uang kertas pecahan Rp500 yang gambar orangutan itu dengan harga Rp20.000 rupiah.

Itu aja? Ternyata tidak. Kami bertiga coba naik kuda yang disewa. Kudanya tidak besar, seperti kuda anakan. Kami berkeliling, melewati museum dan kembali lagi ke titik awal. Lumayan menantang karena tidak seperti di Bromo dengan area luas untuk menunggang kuda, di sini kami lewat pinggir jalan raya yang naik turun. Jadi takut jatuh dan ditabrak atau nabrak kendaraan yang lewat. But we had fun!

Museum Pusaka Karo

Di museum ini terdapat beberapa benda peninggalan yang menjadi bentuk budaya masyarakat adat Tanah Karo seperti baju, topeng, ilustrasi kehidupan masa lalu, senjata, miniatur rumah adat Karo dan beberapa koleksi koin. Kami menyumbangkan mata uang asing yang kami miliki seperti Ringgit Malaysia, Peso Filipina, Dollar Singapura dan Bath Thailand untuk menambah koleksi museum. Sama seperti museum-museum pada umumnya, tempat ini juga sepi pengunjung. Untuk tiket masuknya adalah Rp0.00 alias gratis.


koleksi, museum, tanah karo, artefak,
Salah satu koleksi Museum Pusaka Karo, Berastagi, Sumatra Utara


Gereja Katolik Inkulturatif Karo St. Fransiskus Asisi

Gereja ini adalah perpaduan budaya Kato dengan Kristen. Seriously gerejanya bagus dan unik sekali. Bangunannya berbentuk rumah adat Karo dan jujur tidak terlihat seperti gereja pada umumnya. Warna bangunan didominasi hitam, putih dan merah. Gereja ini diinagurasikan oleh archbishop Medan, kita bisa melihat dari foto-foto yang terpajang di gereja. Entah berapa ratus kali Sari memencet tombol kamera dan mengarahkannya ke dirinya sendiri. Menurutku ini bangunan paling kece di Berastagi. Gereja ini berada di pinggir jalan besar jadi tidak akan sulit menemukannya. 

Pemandian air panas gunung Sibayak. 

Brastagi berada di bawah gunung berapi aktif dan banyak sekali sumber air panas di sini. Banyak yang akhirnya dijadikan pemandian. Kami menghabiskan waktu sore itu dengan berendam di air panas dan itu nyaman sekali di tengah dinginnya cuaca Brastagi. Bayangkan saja jam setengah dua siang cuaca sudah berkabut. Berastagi adalah salah satu kota terdingin di Indonesia yang pernah ku kunjungi.

Berendam di pemandian air panas adalah kegiatan terakhir di one day trip di Brastagi, Sumatra Utara. Kami menunggu lumayan lama sebelum akhirnya bus tujuan Medan tiba. FYI ya untuk bus jurusan Medan tidak 24 jam ya jadi jangan sampai kemalaman. Otherwise, you have to stay overnight

Karena kami penumpang terakhir yang masuk jadi hanya kebagian sisa kursi dan berpencar. Sari dan Indra duduk di tengah berpencar, sedangkan aku dan Reza kebagian kursi jackpot di bagian paling belakang. Bisa dibayangkan sepanjang perjalanan seperti naik rollercoaster. Segera setelah turun dari bus, Reza memuntahkan isi perutnya. Mungkin karena sejak di dalam bus ia berusaha menahan sensasi warr werrr yang bikin pusing, jadi setelah sampai inilah saat pelampiasan.

"Gak papa lo?" Tanya Indra.

"Jeroan masih nempel di perut. Nggak papa." Jawab Reza di sela-sela muntahnya. 

Nggak perlu alkohol untuk mabuk di sini. Cukup naik bus Medan-Berastagi. 

Anyway, ada yang bisa menambahkan tempat mana saja untuk dikunjungi selama di Berastagi? 








Share:

Cerita Dari Pulau Berhala, Sumatra Utara

open trip, pulau berhala, Sumatra utara


Negeri ini punya banyak sekali pulau terluar yang berbatasan langsung dengan negara lain atau perairan internasional. Di sini aku mau cerita tentang liburan di Pulau Berhala, salah satu pulau terluar Indonesia yang ada di Sumatra Utara. Banyak hal menarik yang kami temui selama mengikuti open trip ini.


Perjalanan Menuju Pulau Berhala

Kami berangkat bertiga, aku, Indra dan Sari, dari Batam menuju Medan, titik awal perjalanan panjang menuju pulau. Jujur kami sangat antusias karena bisa liburan bareng, we're just super happy and excited. Pesawat Bombardier mendarat mulus di Kualanamu. Sesampainya di arrival hall, kami bertiga seperti warga kabupaten yang main di ibukota provinsi. Maklum, karena beda sekali bandara di Batam dengan di Medan. Bumi dan langit. 


Bandara Kualanamu terletak 30 menit dari Medan dengan naik kereta bandara. Sebenarnya bandara ini accessible dengan berbagai macam mode transportasi, jadi bisa pilih mau naik bus, mobil, atau kereta. We took airport train as it looked fancy! Dan nyaman banget! Harga tiketnya? Rp100,000. 


Kami menuju sebuah café, tempat berkumpulnya seluruh peserta open trip. Lumayan banyak pesertanya, sekitar 20-an orang, ditambah beberapa orang panitia. Anyway, kami dapat info open trip ini dari our friend, dan sekarang sudah banyak yang menawarkan paket-paket ke sana. Setelah semua datang, kami segera menuju bus.


"Ini?" Sari sepertinya terkejut melihat penampakan bus yang akan ia naiki. Yang akan kami semua naiki.


"Nggak ada kipas anginnya gitu di dalam?" dia masih terkejut. 


Bus berangkat menuju Serdang Bedagai, sebuah kota pelabuhan di pesisir utara. Kami naik bus tanpa AC yang mengingatkanku dengan bus jurusan Malang-Dampit yang warna orange itu. Plus, Medan kan panasnya seperti gladi resik di neraka biar malam sekalipun, jadi bisa dibayangkan kelenjar keringat Homo Sapiens di besi reot berjalan itu seperti digas pol selama dua jam perjalanan. But still, we're excited! 


Setelah sampai, kami harus menunggu sekitar satu jam karena harus mempersiapkan perahu dan loading logistik. Sebelum berangkat, semua peserta diingatkan kembali untuk menuntaskan segala urusan metabolisme selama masih di darat, karena waktu tempuh dari sini menuju pulau tujuan kurang lebih 4-5 jam. Setelah semua siap, kapal pun berangkat.


Kapal yang kami naiki modelnya seperti kapal pok-pok tapi open air dan jauh lebih besar, bisa memuat semua orang ditambah logistik dan barang bawaan peserta. Kapal menyusuri daerah bakau dengan air yang relatif tenang sampai akhirnya keluar menuju lautan lepas, Selat Malaka.

Sebagian mulai ngantuk, berusaha mencari posisi di mana mereka bisa tidur tanpa harus mencium jempol peserta lain, atau menghadap pantat peserta lain, dan tidak menghirup kentut peserta lain. Malam itu bulan terlihat besar dan kemerah-merahan. I looked around and all I saw was sea. Ini benar-benar di tengah lautan. Penasaran karena Selat Malaka adalah salah satu selat tersibuk di dunia, tapi sepanjang malam itu tidak terlihat kerlipan lampu kapal atau apapun yang lewat. Seperti hanya ada kapal kami saja malam itu. I dunno. 

Ombak semakin besar dan peserta terbangun dari tidurnya. Lebih khawatir karena baju mereka akan basah terkena cipratan air laut sih, bukan ke hal-hal yang mengkhawatirkan, meskipun jelas-jelas ombaknya mengkhawatirkan. Jelas tidak ada acara makan snack sepanjang perjalanan dini hari itu. Matahari keluar dari sarangnya dan kami masih di atas kapal. Tak lama kemudian, kami tiba di tempat tujuan. 


Keseruan Di Pulau Berhala

Kesan pertama adalah laut di sini jernih banget! Dari atas Jetty terlihat ikan warna-warni berbagai macam ukuran berenang bebas seakan menyambut tamu yang baru datang. Melihat pantai yang bagus ini, aku, Sari dan Indra bahagia banget seperti sekawanan sapi melihat padang rumput. Kami semua bubar jalan dengan kegiatan masing-masing. Ada yang main air, langsung pergi snorkeling, berenang, makan cemilan, kenalan dengan peserta lain barangkali berjodoh, mandi dan menata barang bawaan di kamar.



FYI di sini kami tidur di ruangan besar seperti barak. Dan pasti dong banyak nyamuknya, jadi please bawa obat anti nyamuk. Untuk listrik di sini menggunakan diesel (genset) yang beroperasi dari jam 6 sore sampai jam 6 pagi. Siang hari? Lupakan. Dan untuk urusan kamar kecil, tersedia beberapa tapi harus antre ya. Ini seperti latihan pencarian suaka in case terjadi huru-hara.


Pulau Berhala terletak di antara Pulau Sumatra dan Semenanjung Malaysia, di tengah selat Malaka. Please jangan rancu dengan Pulau Berhala di antara Kepulauan Riau dan Provinsi Jambi ya. Koordinatnya adalah 3° 46' 24,000" LU - 99° 29' 58,000" BT. Di sini terdapat tiga pulau, yakni Berhala, Kakek dan Nenek. Hanya Pulau Berhala saja yang berpenghuni. Banyak yang bilang sebenarnya pulau ini lebih dekat dengan Pulau Pinang di Malaysia daripada dengan Sumatra. Pulau Pinang bisa ditempuh dalam waktu dua jam dari sini, bandingkan dengan lima jam menuju Sumatra. Karena ini pulau terluar, maka hanya terdapat kamp marinir yang menjaga dan berpatroli secara rutin di perairan sekitar. 


Ada legenda tentang pulau ini. Pada jaman dahulu, terdapat sebuah kapal besar di mana penumpangnya adalah orang-orang kaya. Mereka suka sekali bersenang-senang tapi melupakan orang tua mereka yang hidup menderita di darat. Karena kesal dengan ulah anak-anak mereka, maka orangtua mengutuk dan perahu itu berubah menjadi Pulau Berhala. It's just a story anyway. 


Puas dengan kegiatan masing-masing, menjelang senja kami secara bergantian berkeliling sekitar perairan menggunakan perahu karet. Terlihat susunan batu-batu besar membentuk kedua pulau tak berpenghuni itu, dengan kanopi hijau dari pohon-pohon besar menutupi. Seekor elang terbang rendah dan hinggap di pohon tertinggi di pulau itu. Meskipun jauh, tapi bentangan sayap hewan itu masih terlihat besar. 


Pas sekali, saat giliran kami adalah saat matahari terbenam. Jadi kami tidak melewatkan momen menikmati setiap detik di atas perahu, melihat horison perlahan berwarna kuning keemasan. Nggak ada foto berarti hoax! Terserah, tapi hape kami sudah off dan ada yang memang sengaja mematikannya karena keterbatasan listrik. Jadi hanya untuk hal-hal yang essensial saja. Kami praktis tanpa gadget, dan itu menenangkan. Berasa liburan banget tanpa gangguan dunia luar sana. 


Malam hari semua berkumpul menikmati barbeque. Semua orang mingle, bercerita keseruan apa saja yang mereka dapatkan hari itu. Terdapat beberapa tentara yang mengawasi. Puas dengan ikan bakar, jagung bakar, api unggun dan nyanyian dan lain-lain, kami semua tidur. Panas sekali di ruangan itu, ditambah suara mesin diesel yang berisik. Mungkin karena capek sekali jadi semua orang tidur dengan lelap. 


Mas-mas tentara ini auto jadi bulan-bulanan karena mirip dengan Norman Kamaru

Pagi hari kami naik ke puncak pulau menuju mercusuar. Perjalanan dari kamp menuju mercusuar sekitar 30-40 menit, melewati kamp marinir dan pos jaga terus naik ke atas. Ada ratusan tangga dan di beberapa tempat licin. Dari atas mercusuar terlihat pemandangan menyeluruh Pulau Berhala. Warna hijau dari hutan yang menutupi pulau berakhir dengan gradasi biru yang semakin gelap di tengah lautan. Bagus sekali. 


Kami menghabiskan waktu beberapa jam untuk sarapan dan free and easy alias terserah. Sebelum pulang, kami berpamitan kepada para tentara yang ada di sana. Mereka sangat welcome sekali selama kami di pulau. Saat itulah, beberapa peserta melihat ada salah satu tentara yang mirip dengan Norman Kamaru, tahu kan, yang lipsync lagu India itu. Nggak pake lama, auto jadi bulan-bulanan oleh kami semua (dasar nggak ada akhlak!). Ada yang minta foto lah, kasih nomor WhatsApp lah, godain langsung lah. Sepertinya dua hari di pulau membuat para peserta mulai tidak waras. Kami meninggalkan pulau lepas tengah hari.


Liburan singkat di Pulau Berhala sangat menyenangkan dan berbeda. Pertama, ini salah satu pulau terluar Indonesia di tengah Selat Malaka. Kedua, jarak yang jauh dan bagaimana kami ke sana sangat di luar perhitungan. Ketiga, keterbatasan yang justru menghindarkan kami dari overthinking dan benar-benar bisa menikmati liburan. Lagian, ada tentara di sana jadi satu kekhawatiran tentang keamanan wilayah bisa dilewati. 
















Share:

Naik Gunung Api Banda

Desa Lonthoir dan Gunung Api Banda dari Bèntèng Hollandia

Sebelum ke Gunung Api, saya menyempatkan  pergi ke Banda Besar dengan naik kapal kecil. Ini adalah pulau terbesar, di mana ada Desa Lonthoir yang sangat indah pemandangannya dari atas Benteng Hollandia yang terbengkalai. Selain itu, ada banyak perkebunan pala, kayu manis, kacang mete, dan kacang kenari (pohonnya besar sekali!). Di sini juga ada festival Cuci Parigi alias cuci sumur suci setiap sepuluh tahun sekali, terakhir tahun 2018. Jadi kalau mau lihat festival ini harus nunggu tahun 2028. Hmmm...

Selain itu, tidak banyak yang bisa dilihat di sini. Pulau ini memang lebih besar namun lebih didominasi dengan perkebunan rempah-rempah. Memang ada bangunan-bangunan peninggalan era kolonial namun tidak terawat, seperti dibiarkan begitu saja, ditutupi tanaman liar. Bahkan, ada bangunan berbentuk pintu dari batu dan ada tulisan VOC di atasnya, yang berada di antara tanaman pala dan semak liar. Jejak-jejak itu seakan bilang bahwa waktu tidak bisa begitu saja mengaburkan peristiwa sejarah di sana. 

Transportasi antar pulau terbilang murah yakni Rp5,000 saja sekali jalan, dengan naik kapal kecil. Kapal-kapal itu beroperasi dari pagi sampai sekitar jam 5 sore. Antara pulau Banda Neira dan Banda Besar bisa ditempuh dalam waktu 5-10 menit saja. Dari dermaga menuju desa Lonthoir bisa naik ojek dan harganya Rp20,000 karena memang jauh jaraknya. Kalau Banda Neira ke Banda Api (pulau tempat Gunung Api Banda) bisa ditempuh kurang dari 5 menit.

Akhirnya, it's the day  ke Banda Api. Gunung Api Banda memiliki ketinggian 656 mdpl, merupakan gunung aktif dan terakhir erupsi di tahun 1988. Sebelumnya saya bertanya ke masyarakat lokal bagaimana pergi ke sana, dan akhirnya ada yang bersedia mengantarkan pendakian dengan membayar Rp200,000. Mungkin akan lebih murah per orang kalau tidak solo travelling, dan tergantung negosiasi. 

Ternyata ada beberapa warga lokal yang ikut mendaki, siswa-siswa SMA. Kami berlima menyeberang dengan kapal kecil dan hanya butuh dua menit. Sempat kepikiran mungkin bisa berenang saja saking dekatnya jarak yg ditempuh. Seperti berenang di sekitar house reef  Triton Bay Divers, tapi pastinya arus di sini kencang karena ini adalah selat, dan pastinya tidak ada walking shark.

gunung api, banda, banda neira
Gunung Api Banda, Maluku 

Setelah sampai melanjutkan perjalanan ke puncak. Terakhir aku naik gunung adalah di Bukit Teletubbies di Kalimantan Selatan dan Gunung Panderman di Kota Batu—yang ternyata adalah bukit—jadi setelah lima belas menit perjalanan...


"Nggak papa kan?" tanya salah satu kawan. Saya muntah dong, jam tujuh pagi. Macam ibu hamil aja.


"Nggak papa. Masuk angin mungkin." Belum-belum sudah jadi Frodo Baggins yang sepertinya berat sekali beban yang ia pikul, terlihat lelah dan sakit-sakitan dalam perjalanannyauntuk melempar cincin laknat ke kawah Gunung Api. Anyway, namanya sama loh Gunung Api!

Akhirnya kita istirahat sepuluh menit sebelum melanjutkan perjalanan.

Medan yang dilalui naiknya menanjak dan terjal, banyak batuan kecil dan pasir, jadinya licin. Kayak shuffling. Seriously, you can sing "I'm sexy and I know it!" saat melewati medan terjal ini biar sensasi shuffling-nya lebih afdol. 

Tidak sabar untuk menikmati pemandangan dari puncak. Namun, semakin dekat ke puncak, kabut tebal dan angin menyelimuti pandangan. Sangat dingin. Lupakan pemandangan, karena sampai puncak kami semua kedinginan. Perjalanan naik gunung itu ditempuh dalam waktu sekitar dua setengah jam, lebih lama dari biasanya yakni dua jam, kata guide. 

Karena gunung aktif, jadi ada lubang di sela-sela batuan yang mengeluarkan uap panas. Jadi tinggal dicungkil-cungkil saja batunya, seperti bikin lubang, nah dari situ keluar uap panas.  Beberapa dari kami menghangatkan diri di sana, berasa sauna. 

Sambil menghangatkan badan, kami menikmati sarapan yang ternyata sudah disediakan oleh guide. Setelah muntah-muntah, tanjakan, jalan berkerikil, licin, dan kedinginan karena kabut, kami makan nasi bungkus dengan lauk ikan, plus kerupuk. Plus sambal di nasinya. Sumpah enak banget! 

Lama kami menunggu awan menghilang. Kami mondar-mandir di puncak agar tidak kedinginan. Ada yang mager menghabiskan snack, ada yang sibuk video call cek cuaca di bawah. Just so you know di puncak Gunung Api Banda masih terjangkau sinyal 4G. Not bad at all!


Banda Neira dari Gunung Api Banda. Terlihat runway bandara membelah pulau.

Cuaca tidak semakin baik. Kabut masih menyelimuti puncak. Dan anginnya kencang sekali. Tapi keren sih, seenggaknya sudah sampai sini, nggak rugi lah. Akhirnya kami turun. Perjalanan saat turun lebih seru karena terasa sekali medannya yang licin. Sering kami sengaja perosotan karena jalan setepak yang penuh dengan kerikil dan pasir. 

Kami berhenti sejenak, melihat pemandangan di bawah. Kota Banda Neira terlihat seluruhnya, mulai kawasan pelabuhan sampai bandara, tak ketinggalan Benteng Bélgica terlihat keabuan, kokoh dan menjadi bangunan paling menonjol di pulau itu.

Kalau main ke Maluku atau Indonesia bagian timur, Banda Neira bisa jadi salah satu tempat yang wajib dikunjungi. Buat yang suka sejarah pasti akan terkesan dengan setiap sisi di pulau kecil itu yang memiliki nilai historis. Buat yang suka mendaki, tinggal lompat saja dan naik ke Gunung Api. Buat yang suka menyelam, just set up your dive gear and get down. 

 It was fun!




Share: