Hewan Khas Papua Di Kaimana

kasuari, papua, kaimana
Side by side dengan kasuari muda

Selama di Kaimana, Papua Barat, banyak hal-hal baru yang aku temui. Mulai dari makanan, adat sampai dengan hewan-hewan yang selama ini hanya dilihat di TV atau buku. Di sini akan sedikit membahas hewan khas Papua yang pertama kali kulihat langsung selama di Kaimana, Papua Barat.

Kuskus

Hewan marsupial (berkantung)  ini adalah salah satu hewan yang paling sulit dilihat (selain Cenderawasih) selama di Papua Barat. Hewan ini nocturnal, akan muncul pada sore sampai malam hari. Aku akhirnya bisa melihat kuskus secara langsung setelah satu tahun setengah di Kaimana. Hewan ini hidup di atas pohon dan dengan santai berpindah dari dahan atau ranting satu ke yang lainnya. Ekor panjangnya berfungsi untuk mengikat dahan agar tidak jatuh. Ada beberapa jenis kuskus, tapi yang aku lihat berwarna cokelat ada corak cokelat gelap. Untuk mendapatkan foto makhluk imut ini juga tidak mudah karena harus mendapatkan angle yang bagus, dengan kamera dan lensa yang bagus. Of course tidak ada foto yang bagus apalagi kalau hanya kamera hape. Anyway, bahagia sekali rasanya ketika bisa melihatnya, karena selama ini hanya tahu di buku IPS atau Wikipedia.

Kasuari

Salah satu burung terbesar di dunia ini bisa ditemukan di Kaimana. Pertama kali lihat burung ini, aku heran "Ini burung apa kok kayak ayam tapi besar banget?". Aku sedikit was-was karena kakinya sangat besar, panjang dan kuat seperti kaki dinosaurus. Bisa dibayangkan kalau kaki itu nendang perut, hal buruk apa yang bisa terjadi. Oh iya, hewan ini gesit sekali ya kalau di alam liar, dan jangan macam-macam karena, ingat, kaki besar mereka kalau sampai "kick off" ke tubuh kita bisa-bisa berakhir dengan pengumuman di masjid.

Aku berkesempatan melihat anak burung kasuari yang masih kecil (lebih besar dari ayam dewasa) dan kasuari remaja (setinggi orang dewasa). Untuk membedakan kasuari muda dan tua bisa dilihat dari bulunya. Kasuari muda berwarna kekuning-kuningan dengan garis-garis cokelat cerah, sedangkan kasuari tua berwarna gelap. Makanan kasuari adalah biji-bijian, meskipun, entahlah saat aku kasih roti mereka mau-mau saja. Oh, ya, hewan ini dilindungi ya, tapi I really have no idea dengan kasuari yang berkeliaran di kampung-kampung.

Kakatua Raja

Burung ini biasa dikenal dengan Palm Cockatoo atau Kakatua Raja. Ini adalah jenis kakatua yang jarang ditemui di alam liar. Seluruh bulu mereka berwarna hitam dengan wajah mereka yang berwarna merah muda. Aku secara tidak sengaja melihat burung ini bertengger di pohon besar saat sedang tiduran di area house reef. Selama di Kaimana aku emang sudah terbiasa dengan suara berisik kakatua putih yang cukup banyak, namun kakatua hitam jelas hal yang menarik.

Hornbill

Burung berparuh (sangat) besar ini selalu menghiasi hari-hariku selama di Papua. Orang lokal menyebutnya dengan “taun-taun”. Disebut taun-taun karena di paruhnya ada tanda yang menandakan umur. Semakin banyak tandanya maka semakin tua umur burung tersebut. Burung ini hidup di pohon-pohon besar dan tinggi, dengan membuat lubang di batang pohon. Yang menjadi ciri khas dari burung ini adalah saat mereka terbang maka terdengar suara “woop woop” dari kepakan sayapnya. Apalagi ketika mereka terbang berkelompok. Keren sekali!

Kumang / Kelomang

Mungkin ini tidak khas Papua karena bisa ditemui di tempat lain. Tidak tahu mana yang lebih tepat menyebut hewan ini. Ada yang bilang kelomang, umang-umang, kumang tapi yang pasti bahasa Inggrisnya adalah hermit crab.  Aku beberapa  kali menemukan kumang dengan ukuran besar. Karena badannya yang sangat besar maka cangkangnya pun juga besar dan pastinya berat. I have no idea bagaimana hewan itu bisa mendapatkan cangkang yang bisa memuat tubuhnya. Hewan ini lumayan lamban, jadi bisa dengan mudah ditangkap. Hati-hati dengan capitnya ya!

Masih banyak lagi sebenarnya hewan darat yang aku lihat selama di Papua barat, seperti biawak, humming bird, berbagai jenis ular, rusa, dan lainnya. Namun satu yang belum terwujud dan aku terus berdoa semoga nanti bisa melihatnya, yakni: Bird of paradise atau Cenderawasih. Burung endemic Papua ini memang sangat sulit karena berada di daerah pegunungan atau di ketinggian dan masuk ke hutan, meskipun beberapa juga bisa ditemukan di daerah bukit di pinggir laut degan catatan tidak ada aktivitas manusia. Bisa dibayangkan betapa sulitnya, bukan? Ada tempat untuk  melakukan observasi atau birds watching yakni Desa Lobo, namun belum ada info yang jelas dan lengkap tentang kapan dan bagaimana kegiatan itu dilakukan. Semoga saja bisa melihat burung indah itu suatu saat nanti. It’s gonna be one of the greatest &%$#!

Anyway, hewan endemik apa yang pernah kalian jumpai?

Share:

Pilkada Dan Politik Uang Di Masyarakat

Desember ini sebagian wilayah di Indonesia akan melaksanakan pemilihan umum kepala daerah serentak, lebih tepatnya pada 9 Desember 2020. Total 270 daerah mencakup sembilan provinsi, 37 kota dan 224 kabupaten. Di sini tidak akan membahas tentang urgensi pilkada di tengah pandemic Covid-18, atau bagaimana mekanisme pelaksanaan dan dampak dari agenda besar tahun 2020 ini terhadap penyebaran coronavirus. Karena memang pilkada ini telah diputuskan untuk tetap dilaksanakan dan pastinya penyelenggara sudah mempunyai kapasitas dan fasilitas untuk menjalankannya sesuai dengan prosedur baru yang telah disesuaikan di masa pandemic ini.

Di sini hanya akan melihat kembali tentang hal yang selama ini terjadi menjelang pilkada dan mungkin satu atau dua orang di masyarakat menyadari adanya hal itu, yakni politik uang. Beberapa mungkin masih belum tahu tentang politik uang, meskipun sebagian lainnya justru menganggap lumrah. Politik uang adalah bentuk pemberian uang / barang / janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum. Umumnya sebelum pemilu dilakukan, banyak yang kebagian amplop atau sembako di masyarakat untuk menarik simpati agar mereka memberikan suara ke kandidat tertentu. 

Selama ini tetap berlangsung, tidak akan ada asas-asas pemilu yang diterapkan sepenuhnya dalam setiap pilkada. Asas merupakan dasar / fondasi dari pemilu itu sendiri. Asas pemilu dikenal dengan istilah Luber Jurdil: Langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil. 

Ketika pemilu harus bebas, para pemilih akan memberikan suaranya secara bebas berdasarkan pilihan / keputusan mereka sendiri. Terserah mereka mau memilih siapa atau tidak memilih siapa-siapa, karena keputusan berasal dari pertimbangan-pertimbangan dan hati nurani pemilih, tanpa dipengaruhi oleh intimidasi atau intervensi dari luar / pihak lain. Namun, beberapa ditemukan kasus bahwa keputusan masyarakat dalam pemilu sedikit banyak dipengaruhi oleh apa yang mereka dapatkan sebelum pelaksanaan. Kemungkinan besar mereka akan memilih kandidat yang dianggap membantu mereka (secara nyata), seperti pemberian uang atau sembako. Dan dari sana akan timbul persepsi bahwa kandidat tertentu lebih layak dipilih hanya karena beberapa lembar rupiah. Dan ketika ada yang mempertanyakan tentang pemilu yang tidak bebas, akan ada pertanyaan lainnya yakni apakah masyarakat merasa dengan adanya “bantuan” tersebut kebebasan mereka terganggu?

Dengan adanya politik uang, tidak ada lagi kebebasan dalam menentukan pilihan. Memang memilih tidak semata-mata berdasarkan visi misi atau kesamaan prinsip, tapi kalau uang dan barang menjadi pertimbangan, itu akan outshine dari hal-hal principle yang sebenarnya lebih penting dan berdampak panjang. Tidak perlu visi misi dan program bagus, karena selama punya banyak uang maka suara bisa diraih.

Politik uang menodai asas jujur dalam pemilu, like it or not. Namun, apakah masyarakat akan mau bersikap jujur dengan menolak politik uang? Selama mereka masih mengiyakan, dan merasa tidak ada masalah dengan kebebasan dalam memilih, praktik ini akan terus ada. Dan agenda akbar lima tahunan yang mengundang banyak candidacy, melahirkan banyak visi misi yang sangat bagus terdengar (entah itu hanya gimmick atau memang serius), akan tetap terbalut dengan rupiah demi singgasana selama lima tahun nanti. Masyarakat terwakili, masyarakat terakomodasi? Itu urusan nanti. 

Jadi, apakah ada yang menerima uang?




Share:

Cerita Dari Triton Bay


Sebagian besar pasti masih belum tahu tentang Teluk Triton (Triton Bay). Sama, aku juga begitu. Jangankan Triton Bay, Kaimana saja aku baru tahu setelah confirmed aku berangkat. Dan betapa terkejutnya aku ketika harus naik pesawat 4 kali. This country is huge, man.

Triton Bay adalah sebuah teluk yang terletak di tenggara Kaimana, berada di “leher burung” pulau Papua. Ini bagian dari wilayah konservasi di Kaimana, dan pastinya kaya akan sumberdaya laut. Di kawasan ini kita bisa menjumpai paus Bryde (hampir) sepanjang tahun, melakukan kegiatan menyelam, melihat lumba-lumba dan hewan besar lainnya. 

triton bay, kaimana, papua barat
Triton Bay / Teluk Triton, Kaimana, Papua Barat

Waktu paling tepat untuk berkunjung adalah akhir tahun sampai bulan Mei. Di periode ini cuaca bagus, matahari cerah dan ombak relative tenang. Kita bisa mencapai kawasan ini dengan boat dalam waktu kurang lebih 90 menit dari Kaimana. Dalam perjalanan kita bisa mampir untuk berenang dengan hiupaus, dan mengunjungi Pulau Namatota dalam perjalanan pulang. Tujuan di teluk ini adalah area Ermun.

Ermun adalah area laguna berada. Tempat ini memiliki pantai pasir putih dengan ombak yang lebih tenang karena berada jauh di dalam teluk terhalang pulau-pulau kecil. Tempat ini juga menjadi titik awal pendakian ke puncak Tangga Seribu. Ya, mereka menyebutnya Tangga Seribu karena ada ratusan anak tangga untuk naik ke atas. Ada sekitar 780 anak tangga (my friend counted it). Aku ke sana sebelum tangga itu dibuat, jadi lebih alami dan menantang. Namun, kawasan ini jauh dari pemukiman jadi tetap saja cukup liar. 

Sepanjang perjalanan ke atas, kita bisa melihat beberapa pohon pala yang dipenuhi buah. Setelah itu, ada sungai mengalir dan hutan lebat. Karena dulu belum ada tangga, jadi kami menerobos semak-semak dan tumbuhan menjalar di beberapa tempat. Sampai tanpa disadari aku menabrak ranting pohon yang dipenuhi semut hitam. Bisa dibayangkan apa yang terjadi selanjutnya. Ya. Semut-semut itu mendarat di kepalaku. Beberapa menggigit kulit kepala dan rasanya seperti ditusuk banyak jarum suntik. Sesaat aku seperti pusing, tapi untunglah teman-teman membantuku. 

Di hutan ini banyak pohon kayu besi yang memiliki ukuran tidak masuk akal. Besar sekali. Selain itu beberapa jenis kupu-kupu dan burung juga bisa ditemui di sini seperti hornbill pastinya. Setelah sekitar satu jam perjalanan, kami sampai di puncak. 

Et voila!

Pemandangan teluk dan laguna dengan pulau-pulau kecil tampak di bawah sana. Gradasi laut pun tampak menonjol. Di sebelah kanan tampak selat Iris yang berakhir di Laut Arafura. Kanopi hijau menutupi pulau-pulau yang berlatar birunya air laut. Sesaat, lupakan segala kecemasan yang ada. 

Itu saja?

Kita bisa mengelilingi laguna dengan boat. Sepanjang tour singkat, kita bisa melihat marble ray (sejenis ikan pari berbentuk seperti piringan hitam raksasa) berenang di perairan dangkal, burung-burung, dan beberapa bukit batu yang mencengangkan. Sebenarnya di sini juga bisa dilakukan pengamatan burung Cenderawasih. Namun, masih kurangnya informasi tentang bagiamana dan kapan pengamatan bisa dilakukan serta guide dan berapa biaya yang harus dikeluarkan. Anyway, Triton Bay adalah salah satu landscape signature yang dimiliki pulau ini selain Raja Ampat. Terlebih lagi, ini adalah wilayah konservasi. 


 


Share: